Sabtu, 14 Maret 2015

love? or best friend? ~ Romance Story

Mereka? dua orang yang sangat berarti dalam hidupku dengan teganya membohongi dan mempermainkan perasaanku. Tidak masalah jika pria yang aku cintai mencintai gadis lain atau bahkan berpacaran dengan gadis lain, tapi tahukah kalian? bagaimana perasaan kalian jika kalian tahu bahwa orang yang dicintai oleh pria yang sangat kamu cintai itu adalah sahabatmu sendiri? sahabat yang sudah menjadi orang kepercayaanmu untuk bisa menolongmu mendapatkan cinta dari pria itu, tapi kini kenyataan yang harus kamu terima adalah ternyata di belakangmu sahabatmu itu diam-diam tengah menjalin hubungan dengan pria yang kamu cintai. Sakit bukan? dan itulah yang kini tengah aku rasakan, bahkan rasa sakit itu kini membuat dadaku terasa sangat sesak.

 Aku menolehkan kepalaku saat aku mendengar getaran ponselku yang kuletakkan di atas meja. Aku mengambilnya perlahan dengan pandangan mata yang buram karena air mata yang belum mengering sepenuhnya. Aku mengusap air mataku dan melihat belasan sms masuk dan belasan panggilan tak terjawab dari sahabat-sahabatku yang lain. Aku kembali meneteskan air mataku saat membuka satu persatu pesan dari mereka yang menanyai bagaimana keadaanku saat ini. Aku menjatuhkan ponselku begitu saja dan kembali memeluk kedua kakiku dan kembali menangis yang membuat tubuhku terasa bergetar.
“Tuhan, kenapa rasanya sangat sakit dan sesak sepert ini”. Ucapku lirih dengan air mata yang semakin deras membasahi wajahku.


Aku melangkahkan kakiku memasuki gedung sekolahku dengan mata yang aku yakin masih sedikit sembab karena tangisanku semalam. Aku sudah berusaha mencuci wajahku beulang kali tapi tetap saja, mata sembab dan lingkaran hitam di bawah mataku masih terlihat. Aku berjalan menuju kelasku dengan langkah lesu tapi seketika kakiku tiba-tiba saja berhenti saat aku melihat pria yang aku cintai itu tengah berjalan berlawanan arah denganku. Aku menundukkan kepalaku dan merutuki perasaanku yang tidak pernah terkendali jika aku melihatnya berada di dekatku. Aku mengepalkan tanganku berusaha untuk menahan air mata yang sedang berlomba-lomba untuk keluar dari pelupuk mataku.
“Tidak, aku mohon jangan saat ini. Aku mohon jangan menangis saat ini” Ucapku pelan berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri dan tetap berjalan dengan kepala menunduk karena aku sama sekali tidak sanggup untuk melihat wajah itu lagi.
“Tasya…”. Aku menahan nafasku saat aku mendengar suara yang sangat aku hafal itu memanggil namaku. Dan kembali aku merutuki kebodohanku yang tidak bisa mengacuhkan panggilannya itu.
“Sya…”. Panggilnya lagi yang membuatku memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya aku berbalik badan dan menatapnya yang kini tengah melihatku dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Hemmm”. Jawabku dengan gumaman yang membuatnya kini menatapku dengan tatapan menyelidik.
“Kamu baik-baik saja?”. Tanyanya yang membuatku saat ini ingin sekali mengeluarkan air mataku. Aku tidak baik-baik saja bodoh, dan ini semua karena dirimu. Kenapa kamu tidak pernah peka terhadap perasaanku Adrian? apa sebegitu besarkah rasa ketidaksukaanmu kepadaku sehingga kamu tidak pernah peka dan tidak pernah perduli dengan perasaanku?.
“Ehmm aku baik-baik saja”. Jawabku datar yang membuatnya menganggukan kepalanya pelan.
“Eumm kalau begitu aku duluan Sya”. Ucapnya dan setelah itu ia kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan aku yang kini menatap punggungnya dengan pandangan sedikit buram karena mataku yang sudah berkaca-kaca. Pria itu, kenapa tega sekali membuatku hancur seperti ini?. Aku sangat tahu jika ia tidak mempunyai perasaan apapun padaku tapi bisakah ia menghargai perasaanku sedikit saja? bukankah selama ini ia sudah sangat jelas mengetahui perasaanku padanya tapi kenapa dengan teganya justru ia berpacaran dengan wanita lain dan lebih teganya lagi adalah ia berpacaran dengan sahabatku sendiri secara diam-diam. Aku menggigit bibir bawahku berusaha untuk menahan air mata dan rasa sakit yang kembali menjalar di dadaku ini, dan dengan cepat aku berlari menuju toilet untuk menumpahkan seluruh air mata yang sudah tak kuat untuk kutahan lagi. Aku memasuki salah satu toilet dan terduduk lemas di atas closet yang tertutup. Aku menutup mulutku dengan tanganku berusaha untuk menahan isakanku.
“Kamu bodoh Tasya, kamu bodoh sekali” Ucapku sambil memukul pelan kepalaku. “Kamu bodoh bagaimana bisa kamu tidak tahu jika selama ini kamu sudah dibohongi dan dipermainkan oleh mereka?”. Ucapku dengan air mata yang semakin deras mengalir membasahi wajahku dan seketika ingatanku saat aku mengetahui semua kebohongan mereka melalui ponsel sahabatku kembali tengingang di dalam ingatanku. Ya, aku mengetahui semua kebohongan mereka dariku saat aku tidak sengaja membaca salah satu pesan dari Adrian di ponsel Keyla, sahabatku itu. Satu pesan berisikan tulisan romantis yang membuat semua orang yang melihatnya pasti akan berpikiran jika mereka mempunyai hubungan, dan saat itulah aku mulai sadar jika aku sudah dibohongi oleh mereka dan sudah dikhianati oleh sahabatku sendiri. Sahabat yang dulu berkata ingin membantuku dekat dengan Adrian, tapi di belakangku justru ia mengambil kesempatan itu untuk dekat dengan pria yang kucintai dan berpacaran dengannya.


Setelah aku merapikan kembali penampilanku, aku berjalan memasuki ruang kelasku. Ruang kelas yang sebentar lagi akan aku tinggalkan karena aku akan lulus dari sekolah menengah atas, sekaligus meninggalkan sekolah yang membuatku merasakan cinta dan perasaan menyakitkan. Aku berjalan menuju mejaku dan aku tersenyum kecil saat melihat keempat sahabatku yang lain menatapku dengan tatapan khawatir. Ya, aku rasa aku beruntung karena aku masih mempunyai empat sahabat lagi walaupun satu sahabatku sudah menyakitiku. Aku meletakkan tasku di meja dan kini tatapanku teralih pada seorang gadis seusia denganku yang sedang menyandarkan kepalanya pada dinding kelas dengan mata terpejam. Gadis itu Keyla, entah kenapa melihatnya kembali membuatku ingin menangis tapi itu semua kembali aku tahan saat aku merasakan genggaman tangan yang cukup erat dari Andin, salah satu sahabatku yang membuatku menyunggingkan sedikit senyumku sebagai tanda jika aku baik-baik saja. Aku kembali mengalihkan pandanganku pada Keyla yang masih memejamkan matanya. Ku akui jika ia memang mempunyai wajah yang cantik, jadi apakah Adrian lebih memilihnya karena ia lebih cantik daripada diriku?. Aku menghela nafas beratku, mengingat Adrian kembali membuat dadaku sesak. Aku berniat untuk menghampiri Keyla, berniat untuk menyelesaikan permasalahan kami ini secepatnya tapi langkahku terhenti saat Rani menahan lenganku yang membuatku menoleh ke arahnya.
“Kita sebaiknya menyelesaikan permasalahan ini di luar sekolah Sya”. Ucapnya pelan yang akhirnya membuatku menganggukan kepala pelan. Aku kembali menatapnya sekilas lalu aku beranjak duduk di kursiku dan merebahkan kepalaku di meja. Harus kuakui karena permasalahan ini membuat hubunganku dan Keyla sedikit merenggang. Entah aku atau ia yang menghindar tapi aku dapat merasakan perubahan itu. Begitu juga dengan sahabatku yang lain, setelah mengetahui permasalahan ini mereka juga menjadi sedikit berbeda dengan Keyla, bukan menjauhinya tapi mungkin sahabat-sahabatku yang lain kecewa dengan dirinya karena adanya permasalahan ini.

Satu minggu telah berlalu dan hari ini aku melangkahkan kakiku memasuki gedung sekolahku dengan perasaan yang sedikit lebih ringan daripada hari-hari sebelumnya. Satu minggu sudah berlalu tapi hingga saat ini aku belum menyelesaikan permasalahan ini dengan Keyla karena kesibukan kami yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional membuatku lebih memfokuskan diriku untuk belajar terlebih dulu. Aku berniat memasuki kelasku saat aku melihat Rani dan Maya keluar dari kelas dengan pandangan yang terarah pada Andin dan Sarah yang berjalan menuju salah satu ruangan kosong yang ada di sekolah ini.
“Mau kemana?”. Tanyaku yang membuat Rani dan Maya menghentikan langkah mereka.
“Ada yang harus dibicarakan, ayo ikut”. Ucap Rani lalu ia mengapit lenganku dan membawaku mengikutinya dan Maya. Aku memandang mereka berdua dengan tatapan bingung.
Maya dan Rani membawaku ke sebuah ruang kelas yang sudah tidak terpakai di sekolah ini dan kini pandangan mataku teralih pada tiga orang gadis yang tengah berdiri di hadapanku saat ini. Andin dan Sarah mengangkat kedua bahunya dan memandangku dengan pandangan seolah-olah mengatakan ‘aku juga tidak tahu’.
“Semuanya sudah kumpul kan? jadi ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian”. Ucap Keyla yang membuatku kini menatapnya. Apakah ia akan membicarakan permasalahan kami disini?. “Aku tidak tahu apa yang sudah aku lakukan sampai-sampai kalian bersikap menjauhi aku seperti ini. Jadi kalau kalian ada masalah dengan aku bicara terus terang dan jangan bisanya hanya berbicara di belakang”. Ucap Keyla yang seketika langsung membuat Maya dan Sarah mendesis pelan.
“Sebelum kamu berbicara seperti itu, ada baiknya kamu tanya kepada diri kamu sendiri. Kamu pernah berbuat salah atau tidak dengan kami?”. Ucap Maya yang mendadak membuat hawa di ruangan ini menjadi tegang. Aku menghembuskan nafas beratku, sepertinya permasalahan ini harus diselesaikan saat ini juga.
“Aku? aku tidak merasa berbuat salah dengan kalian jadi…”
“Tidak berbuat salah? berpacaran dengan pria yang disukai oleh sahabatmu sendiri itu bukan masalah?”. Ucap Rani yang seketika langsung membuat Keyla terdiam dengan pandangan tak percayanya.
“Aku rasa kita memang harus membicarakannya sekarang Key”. Aku menghela nafas sejenak sebelum akhirnya melanjutkan ucapanku. “Kamu berpacaran dengan Adrian kan?”. Tanyaku yang membuatnya kini menatapku. “Jadi diam-diam kalian pacaran, bukankah kamu bilang kamu akan membantuku untuk bisa berpacaran dengan Adrian?”. Tanyaku lagi dengan mataku yang mulai terasa panas. Aku mohon jangan menangis saat ini, aku tidak mau terlihat lemah di hadapan gadis ini.
“Jadi ini masalahnya?”. Ucap Keyla yang seketika langsung membuatku menatapnya dengan wajah bingung. Ia melakukan kesalahan tapi dengan tenangnya ia mengatakan hanya ini masalahnya?. “Oke, aku tahu aku salah karena aku pacaran dengan Adrian diam-diam. Lalu apa aku juga salah sepenuhnya kalau ternyata Adrian lebih memilihku dari pada kamu Sya?”. Ucapnya yang seketika membuatku membulatkan mataku. Gadis ini? astaga apa ia tak punya malu terhadapku? sudah terbukti salah tapi kenapa ia sama sekali tidak menyesalinya dan hanya berbicara seperti itu.
“Aku tahu dan aku sangat paham Adrian memang tidak salah jika ia mencintai orang lain tapi satu hal yang membuat aku kecewa Key, kenapa harus kamu? kenapa harus kamu yang menjadi gadis yang ia cintai? kita bersahabat sudah lama kan Key? kenapa kamu tidak memikirkan perasaanku Key saat kamu menerima cintanya?”. Ucapku dengan suara parau. Runtuh sudah pertahanan yang aku bangun sejak tadi, pertahanan untuk tidak menangis akhirnya runtuh sudah membuat keempat sahabatku kini berusaha untuk menenangkanku. Ia terdiam, gadis itu terdiam dengan tatapan mata yang masih saja menatap lurus dalam retina mataku yang sudah mengabur karena air mata yang belum berhenti mengalir.
“Keyla haruskah kita bertengkar hanya karena masalah seperti ini?”. Ucap Maya yang membuat Keyla menundukkan kepalanya sejenak dan setelah itu ia mengangkat kepalanya lalu kembali menatapku.
“Tasya maaf jika aku tidak memikirkan perasaanmu, maaf jika aku juga menyakitimu dan maaf tapi aku juga mencintai Adrian”. Ucap Keyla yang berhasil membuat dadaku kembali terasa sesak dan berdenyut sakit. Aku menolehkan kepalaku kearahnya yang akan keluar dari ruangan ini.
“Keyla…”. Panggilku yang membuatnya menghentikan langkah kakinya. “Jadi persahabatan… persahabatan kita hanya sampai disini Key? jadi kamu lebih memilih dia dari pada persahabatan kita Keyla?”. Ucapku dengan suara yang bergetar dan merasakan tenggorokanku sakit saat aku harus mengucapkan kata-kata yang selama ini tak pernah terpikirkan dalam persahabatan kami. Gadis itu hanya diam, Keyla hanya terdiam dan setelah itu ia kembali melangkahkan kakinya keluar dari ruangan ini yang membuat aku dan keempat sahabatku menatapnya tak percaya. Aku menundukkan kepalaku dengan isakan yang lebih kencang. Kurasakan Andin memelukku dan ketiga sahabatku yang lain berusaha menenangkanku. Tidak… bukan seperti ini yang aku mau, bukan seperti ini akhir dari penyelesaian masalah ini. Haruskah aku melepaskan cintaku dan melepaskan sahabatku juga? haruskah seperti ini Tuhan?. Jika memang aku tidak bisa mendapatkan cintaku, aku akan berusaha untuk menerimanya tapi aku mohon Tuhan, jika takdir persahabatanku adalah seperti ini aku mohon rubah takdir itu dan kembalikan sahabatku itu kesisihku lagi.

Me? luckiest girl! ~ Romance story

Aku, Kasya Adelia. Nama yang tidak umum? Memang! Biarlah, itu kreasi orangtuaku. Terlahir dengan wajah innocent, manis, cantik, dan polos. Plus badan mungil dan ramping yang sukses membuat teman-temanku sirik. Aku termasuk jajaran murid pintar di kelas lho. Hanya saja, aku memiliki sifat pelupa, PD dahsyat, dan bengal. Love life? Zero. Zero! Aku hanya berharap, ada seorang prince –yang tidak harus charming– datang kepadaku dengan ketulusan yang tidak dibuat-buat!

Lagi-lagi aku kena marah guru. Padahal, aku hanya tidak mengerjakan PR. Yah, memang sih sudah yang kedua kali. Eh, mungkin yang ketiga kali. Pokonya tidak mengerjakan PR deh. Guru itu –Pak Dudung– memarahiku tanpa ampun. Di depan kelas lagi! Damn. Mau ditaruh dimana muka manisku ini? Semua teman-temanku hanya bisa tersenyum, berusaha menahan tawa. Tanpa ada yang berusaha memberikan pembelaan untukku. Huh, teman macam apa mereka? Aku hanya bisa memasang tampang innocent plus polos plus memelas ketika mendengar omelan Pak Dudung yang sepeti kereta berlokomotif tidak terhingga. Aku merutuki sifat pelupaku. Mayday mayday..
Entah mungkin Pak Dudung sedang happy, entah tersihir wajah innocentku. Tapi yang pasti, beliau tidak jadi menghubungi orangtuaku. Aku bersorak dalam hati. Beliau hanya menyuruhku berdiri diluar kelas. Yeah! Tandanya, aku bisa kabur ke perpustakaan. Sifat bengalku memang susah dilawan. Aku mana tahan harus berdiri panas-panasan di luar kelas? Segera aku melangkahkan kaki ke perpustakaan. Tempat paling nyaman di seantero sekolah. Tempat aku bisa merefresh pikiranku saat ada masalah yang menumpuk. Setiap jalinan kisah yang terdapat dalam sebuah buku, selalu sukses membuatku lupa diri dan terhanyut bersama tokoh utama tersebut.

Terpaan angin AC yang dingin segera menyambutku. Ah, sudah lama aku tidak kesini. Kegiatanku di Osis lumayan menyita sedikit waktuku. Yah, walaupun lama dalam kamusku adalah 2 hari. Ibu Rini –penjaga perpustakaan– menyapaku dengan ramah. Tanpa menanyakan alasanku yang berada di perpus saat jam pelajaran. Fiuh, big applause for her! Aku segera membalas sapaannya dengan ramah, dan berlari menuju kubikel favoritku setelah sebelumnya menyambar asal sebuah buku dari rak. Kubikel favoritku ini, terletak di paling ujung dan paling pojok. Mungkin itu sebabnya tidak ada murid lain yang menggunakan kubikel ini selain aku. Seram katanya. Padahal, menurutku kubikel ini paling oke! Disini, aku bisa leluasa membaca buku tanpa ada gangguan dari orang yang hilir mudik. Tenang pokoknya.

Oh ya, kubikelku ini juga paling banyak coretannya. Maklum, aku tidak tahan untuk tidak mencoret-coret barang. Bahkan mejaku juga penuh dengan coretan. Dan untuk hal yang satu ini, belum pernah ada guru yang memarahiku. Sebenarnya sih karena belum ketahuan, hehe. Kembali ke coretan, aku amat-sangat-sering menulis isi kepalaku di kubikel ini. Rasanya ada yang kurang gitu kalau belum menulis. Dan dimulailah tulisanku untuk hari ini.

Plis deh Pak! Jangan salahin saya dong. Emang saya bisa milih jadi pelupa apa? Bawaan lahir tao paak. Bete bete. Kayanya hari ini bakalan kelabu. Huhu.. T-T ada yang nyemangatin dong someone.. ck..
Aku tertawa sendiri melihat tulisanku itu! Sedikitpun tidak mirip dengan tulisan asliku. Sepertinya kemampuanku mengubah bentuk tulisan semakin meningkat! Aku pandangi tulisan-tulisanku yang lain. Hiyaa.. Kok sebagian galau gitu sih? Huahaha.. Aku terbahak-bahak dalam hati. Sekali lagi, aku melayangkan pandanganku. Tunggu. Ada yang aneh. Tulisan lain. Tercetak jelas di samping setiap tulisanku. Mengomentari setiap tulisanku! Menyemangati setiap tulisanku! Aku baca perlahan-lahan tulisan si misterius itu.

Semangat Sya! Kamu pasti bisa melewati hari ini dengan senyuman J
Selalu lihat sisi positifnya Sya! Kasya pasti bisa!
Hey, Kasya Adelia itu terlahir kuat! Dia gak akan putus asa, kan?
Sayang kalau wajah innocentmu tertutup ekspresi amarah. Tertawa dan tersenyum dong :D
Aku peduli, dan akan selalu mendungmu.. :)

Aku terheran-heran sendiri. Begitu banyak tulisan dari orang yang aku sendiri tidak tahu siapa. Lagipula, bagaimana dia tahu namaku? Jangan-jangan.. Aku dimata-matai! Terburu-buru aku berdiri dan mengedarkan pandanganku ke sepenjuru perpustakaan. Nihil. Tidak ada siapa-siapa. Yah, walaupun saat membacanya aku merasa ada yang melumer di dalam hatiku. Karena, dia adalah orang pertama -yang sepertinya- peduli padaku. Aku menghela nafas panjang. Segera aku menulis lagi.

Haloo.. Ini siapa yaa? Kok tau aku? Hayo ngakuuu… Jangan bikin orang penasaran dong, dosa tau. Eh, tapi big thanks for you ya.
Besok, aku harus segera kembali ke perpustakaan! Aku paling tidak tahan dengan yang namanya penasaran! Awas saja kalau dia sampai tidak membalas. Akan aku cari sampai ke penjuru sekolah sekalipun.
“Sya, lima menit lagi bel tuh,” suara ibu perpustakaan mengingatkanku.
Oh! Aku harus segera kembali ke depan pintu kelas. Kalau tidak, hiiy.. Kupingku akan semakin panas mendengar omelan Pak Dudung. Aku segera berlari keluar perpustakaan. Tidak lupa mengucapkan terimakasih –dengan berlari juga– kepada ibu perpustakaan. Dan beliau hanya bisa geleng-geleng kepala melihat salah satu murid langganannya.

Pak Dudung memang galak, Sya. Hehe.. Sabar yaa. Oh ya. Anggap saja aku Guardian Angelmu. Yang akan selalu mendukung, dan ada untukmu.Oke?
Keesokan harinya, aku kembali ke perpustakaan. Dan benar saja, orang itu membalas! Aku melotot membaca tulisannya. Guardian Angel?! Apaan tuh! Seenaknya bikin aku penasaran. Tapi lagi-lagi, aku merasa ada yang lumer di hatiku. Duh, masa aku menyukai seseorang yang bahkan aku saja tidak tahu? Dengan gemas aku menulis lagi.Angel? Ga nyata doong, hii… Ngaku dong, plis banget. Jangan main-main gini dong. Pengen ngeliat aku marah kali ya?

Oke, aku ini memang orang yang susah buat jatuh suka (well, dalam hal ini aku menghindari kata ‘cinta’). Buktinya, selama 16 tahun hidup aku belum pernah tuh naksir cowok. Yah, kecuali penyanyi favoritku –Nick Jonas. Suaranya… Wajahnya… Oke, back to the topic. Kenapa ya? Tiap kali aku baca tulisan-tulisannya, aku merasa ada yang melumer di hatiku. Aku jadi hangat luar dalam. Duh, what’s wrong with my heart? Tiap baca tulisannya, aku bisa merasakan kepedulian dan ketulusannya.

Enak aja, aku nyata kok. Manusia, real! Dan aku BENER-BENER ga ada niat MAIN-MAIN. Aku serius, Sya.Kamu boleh marah kok. Just wait and see.. Keep spirit yaa.

Lama-kelamaan, kegiatan yang kusebut “Coret-Coret-Bikin-Kubikel-Kotor” yang kusingkat “CCBKK” berlangsung rutin setiap hari. Dan anehnya, aku gak pernah sekalipun ketemuan sama orang itu. Ibu perpus gak pernah mau ngasih tau siapa orang selain aku yang make kubikel itu. Dan lagi, kalau ada orang lain yang iseng ngebaca tulisan itu, pasti bingung sendiri. Lha wong isinya macem-macem. Ada kata semangat, debat kusir, galau dan teman-temannya, sampai tentang pelajaran! Bisa dibayangin dong gimana kotornya itu kubikel? Dan tanpa aku sadari, CCBKK udah berlangsung selama lebih dari 3 minggu.

Seperti biasa, aku sedang berjalan menuju perpustakaan. Tapi, rute kelas-perpustakaan yang kutempuh sedang tidak biasa. Aku harus memutar jalan melewati ruang guru. Pak Dudung tidak sengaja membawa buku paketku yang dipinjam olehnya. Dasar guru, bukannya mengembalikan langsung. Huh.

Saat aku sampai di depan pintu ruang guru, aku bersiap membukanya. Tapi tiba-tiba, pintu itu terbuka sendiri! Kaget? Pastinya! Jangan-jangan… Hantuuu! Husssh. Segera kutepis pikiran konyolku itu. Ternyata, ada seseorang yang membukanya. Aku hanya melihat wajahnya sekilas, selain dia yang langsung memalingkan wajahnya, dia juga membawa setumpuk buku perpustakaan dan beberapa lembar kertas yang hampir menutupi wajahnya. Wajahnya terlihat kaget. Mungkin akan kecantikanku ini, hehehe. Tapi yang jelas, selembar kertas terbang dari genggamannya saat dia berjalan menjauh. Dan kertas itu jatuh tepat didepan kakiku. Penasaran, aku memungutnya. Ternyata kertas ulangan. Dan, wow! Nilai yang sempurna. Amri Affandi, pasti orang yang pintar. Saat aku melihat tulisan jawabannya, aku terperangah. Jantungku langsung berdebar tak keruan. Hatiku terasa panas. Tulisan ini.. aku bukan sekadar mengetahuinya. Aku mengenalnya!

Aku langsung berlari mengejarnya. Sia-sia aku berteriak namanya. Sayang, di kertas tersebut tidak dicantumkan kelasnya. Dia tidak ada. Heran, lari kemana sih? Cepat sekali. Aku memutuskan untuk menyimpan kertas ulangan tersebut dan pergi ke perpustakaan. Aku harus merefresh pikiranku!
Untuk kesekian kalinya, terpaan dingin AC kembali menyambutku. Ibu perpus entah mengapa tersenyum penuh arti kepadaku. Aku membalas senyumannya dengan kikuk. Kali ini, aku memilih buku dengan seksama. Memilah buku mana yang akan membawaku terhanyut dengan cepat dalam buku itu.
‘City of Bones’ tampaknya pilihan yang cocok. Aku segera melangkahkan kakiku menuju kubikel favoritku. Otakku benar-benar butuh penyegaran! Aku bahkan berniat bolos jam pelajaran. Ini semua gara-gara tulisan Amri Affandi! Tenang Kasya.. Keep calm..

Yah, ternyata ‘keep calm’ku tidak berjalan sukses. Aku terkesiap ketika ada seseorang yang sudah duduk manis di kubikelku. Dalam otakku, sudah terpampang berbagai “naskah” untuk mengusir orang tersebut. Namun, aku lebih terkesiap lagi ketika melihat wajahnya. Wajah itu.. Walaupun hanya sekilas melihatnya, aku langsung mengenalinya! Ya, tidak salah lagi. Dia adalah orang yang kutabrak tadi di depan Ruang Guru! Otakku seakan ditembak sinar pembeku. ‘Brain Freezing Time’-ku kambuh lagi. Lidahku kelu. Dia hanya tersenyum. Senyuman yang entah mengapa membuat diriku menghangat.
“Amri Affandi?”Tanyaku dengan takut. Aku menunduk, takut salah orang!
“Kasya Adelia, kan?” Balasnya disertai senyuman mautnya. Uh, aku meleleh di tempat. Aku kaget. Jantungku berdetak tidak karuan. Inikah orangnya? Orang yang berhasil membuat hatiku berdebar-debar? Aku hanya mengharapkan seorang ‘Prince’. Tapi, mengapa? Mengapa yang datang ‘Prince Charming’? Wajahnya begitu tampan. Dengan mata yang jernih dan alis yang teduh. Dihiasi kacamata tanpa frame yang sukses membuatnya semakin charming. Rambutnya hitam pekat dan lurus. Dan hal lainnya, sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Aku mengorek ingatanku. Ya, dia adalah peraih peringkat 1 paralel. Dan aku
harus puas berada di peringkat 2 atau 3. Sering disebut, ngg... Ice Prince!
“Ng.. Ak.. Kamu.. Amir –eh! Amri Affandi? Ng.. Yang suka nulis di.. sini?” Tanyaku dengan takut. Aku hanya tidak ingin harapanku kelewat tinggi. Aku takut.
“Fandi aja. Dan aku sudah memutuskan bahwa sekarang saatnya aku jujur sama Kamu. Kamu boleh nganggep aku pengecut atau apa. Aku terima. Jujur, karena aku sendiri juga gak berani untuk ngungkapin secara langsung. Dan sekarang, aku udah mengumpulkan keberanian itu,” jelasnya panjang lebar. Tapi, wait! Keberanian apa? Duh, makin geer nih!
“Kasya Adelia, Aku suka Kamu. Kamu mau berada di sisiku sekarang dan seterusnya?”,Terang Fandi dengan suaranya yang jernih. Matanya begitu penuh keyakinan, ketulusan, dan cinta? Ah, aku tidak yakin ekspresi apa itu. Yang pasti, ekspresi tersebut kontan membuatku panas-dingin, jantungku berlompatan tidak karuan.

Help! Mayday mayday! Aku meerasa linglung. Ini mimpi? Bukan. Pasti bukan, aku harap. Saat matanya memandangku, aku langsung membeku lagi. Dan dalam sekejap melumer kembali saat Fandi menggenggam tanganku. Saat itu juga aku kembali menjadi diriku. Pikiranku melayang ke tulisan-tulisan di kubikel. Dia tulus. Dia baik. Dia peduli. Dan yang terpenting, aku menyukainya. Perlahan, aku mengangguk. Dan setelah anggukan itu, aku merasa menjadi gadis paling beruntung di dunia!
“Ciee.. Ice Prince..” ledekku pada Fandi. Hahaha, ternyata dia tidak menyukai julukan itu. Huu… Siapa suruh jarang senyum? Walaupun jika terhadapku, dia selalu tersenyum sih, hehehe. Aku memperhaikan wajahnya. Gawaat, sepertinya Fandi bete akan ledekanku yang tidak berhenti-berhenti. Hahaha, tapi aku tidak terlalu peduli. Meledeknya adalah hal yang menyenangkan buatku.
“Cieee pasangan jenius..” ledekku lagi. Kali ini, adalah julukan buat kami berdua. Terus terang, aku menyukai julukan itu. Dan lagi-lagi, Fandi tidak menyukainya. Aku baru akan meledek lagi, saat jeweran mengenai kupingku.
“Nona kubikel, aku laporin ke guru ya kalau kamu suka mencoret-coret properti sekolah.” Balas Fandi dengan senyuman mautnya.
Tentu saja aku langsung meleleh dan diam melihat senyumannya. Fandi yang melihatku diam, menyangka aku marah dan langsung mengecup dahiku tanda permintaan maaf.

Sekali lagi, aku merasa menjadi ‘Gadis Paling Beruntung di Dunia’.

True Love ~ romance story

Cinta sejati. Apakah kalian percaya akan itu? Akan "Cinta Sejati" yang konon katanya dimiliki oleh semua orang? Cinta yang katanya sangat indah dan menyenangkan? Mitos cinta sejati yang terus menerus melolong dihatiku.
***

Kupandangi bingkai biru di tepi tempat tidurku. Aku tersenyum menatap benda yang ada didalam bingkai itu.

Bukan sebuah foto ataupun lukisan. Hanya sebuah kertas lusuh. Kertas catatan PKN yang aku robek dari buku miliknya 2 tahun lalu saat perpisahan SMP. Dia sama sekali tidak tahu aku merobek buku catatanya. Bahkan, mungkin dia tidak mengenalku. Aku hanya satu dari ratusan penggemarnya di sekolah.
Dia bukan artis. Dia adalah siswa tampan dan cerdas di sekolahku. Dia kaya dan pintar dalam bidang olahraga. Sifatnya yang cuek justru menjadi daya tarik bagi para kaum hawa, termasuk aku. Tapi, bisa dibilang, aku tidak terlalu menunjukkan diri bahwa aku menyukainya. Terbukti. Aku tidak pernah menyapa ataupun menegurnya. Aku menyukainya lewat diam.

Bahkan, robekan catatan PKN itu aku ambil diam- diam untuk kenang- kenanganku karena aku tahu dia akan melanjutkan study ke L.A.

Aku kembali tersenyum manis saat melihat robekan catatan itu. Orang bilang, apapun itu, jika memang jodoh, maka dia akan kembali lagi dan lagi. Dan aku percaya dia akan kembali kulihat.

Aku mengeluarkan kertas itu dari bingkainya. Kupeluk- peluk dan kubelai. Ku ajak tertawa dan tersenyum.

Gila. Konyol memang. Setelah puas dengan kegiatanku itu, aku meletakkan kertas itu di atas meja belajarku. Dan...
Syuuuut...
Angin bertiup menerbangkan kertas kenangan itu keluar jendela dan jatuh dipekarangan. Dengan sigap aku keluar rumah dan mengejar kertas itu. Itu adalah satu- satunya milikku yang mampu membuatku mengingatnya.

Saat aku hampir mendapatkanya, angin kembali meniupnya menjauhiku. Argh! Angin ini! Batinku kesal.

Aku kembali mengejar kertas itu. Dan saat aku hampir mendapatkannya kembali...
"Argh!! Sial banget sih?! Malah keinjek lagi!" seruku kesal saat tahu kertas itu di injak seseorang. Orang itu mengambil kertas yang ada di injakannya itu. Aku masih menatap jalanan berdebu dengan kesal.
"Jadi, daritadi kamu ngejar kertas ini ya?" ucap orang itu. Suara bariton yang ku kenal. Ku tengadahkan kepalaku menatap wajah dari si pemilik suara.

DEG!!!
Di... Diakan? Diakan pemilik kertas itu sebenarnya? Vigo. Cowok tampan, keren dan pintar itu... Bagaimana bisa?
"Ma... af. Aku ngerobek kertas itu...."
"gapapa kok Dina. Beneran deh gapapa. Karena, aku juga udah foto kamu diam- diam waktu itu." akunya padaku. Dia... Tau namaku?
"foto?! Diem- diem?"
"Lebih baik, kita nostalgianya ditaman aja deh." ucapnya sambil menarik tanganku ke taman.
***

Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Fotoku ada dalam dompet Vigo?
"Aku dulu suka banget sama kamu Dina. Karena, kamu itu satu- satunya cewek yang gak pernah negur aku. Kamu cuek dan aku suka itu." ucapnya sambil tersenyum.
"Dulu, aku berharap bisa kenal dan pacaran sama kamu. Tapi, dekat kamu aja aku udah gemetaran, apalagi ngobrol sama kamu..." ucap Vigo lagi. Lalu dia menatap robekan kertas itu.
"Aku tau kok, kamu ngerobek kertas ini. Cuma aku pura- pura gatau aja. Aku seneng banget waktu kamu robek kertas ini. Karena itu artinya, kamu juga suka sama aku. Iyakan?" ucapnya yang membuatku tersipu malu.
"Ikh... Kok diem aja?" ujarnya sambil mencubit pipiku pelan.
"aku bingung mau ngomong apa..."
"Kamu percaya mitos True Love gak?"
"True Love? Emang ada?" tanyaku.
"mulanya, aku juga gak percaya. Tapi malem ini aku percaya. True Love aku udah aku temuin lagi. Aku suka kamu." ucapnya sambil natap bintang.
"udah jam 12 belom?" tanyanya.
"udah. Udah jam 12 tepat."
"Happy Birthday Dina :). Will you be My True Love?"

Apakah dia menyatakan perasaannya. Tanpa sadar, aku mengucapkan
"yes. I will."
***

Percaya atau tidak, itulah faktanya. True love akan datang. Sejauh dan sesulit apapun, Cinta Sejati akan mencari jalan lagi dan lagi untuk kita temukan. :)